-*WISATA RELIGI WALIKU, DESTINASI WISATA RELIGI YANG BERADA DI KABUPATEN KENDAL JAWA TENGAH*-
Kabupaten Kendal, Tak hanya kaya akan wisata alamnya saja, tetapi Kabupaten Kendal juga kaya akan sejarah, seni dan budayanya. Tidak ketinggalan juga dengan kisah para ulama besarnya yang tersohor hingga menjadikan Kecamatan ini sebagai KOTA SANTRI.
Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah memang selalu menyenangkan untuk dijelajahi, sebuah Kabupaten yang menyimpan berbagai aspek kekayaan yang sangat luar biasa Letaknya yang sangat strategis, berada di rute utama jalur pantai utara (Pantura) antara Kota Semarang dan Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah menjadikan kabupaten ini wajib untuk disinggahi.
Kabupaten Kendal mempunyai kekayaan alam yang luar biasa dari pantai hingga pegunungan yang membentang di sepanjang wilayah pesisir laut utara, Sehingga menyimpan banyak sekali destinasi wisata yang sangat memesona. Beraneka ragam destinasi wisata yang ada di Kabupaten Kendal. Maka dari itu destinasi wisata alam berupa pantai banyak di temukan di kabupaten Kendal seperti Pantai Ngebum, Pantai Sikucing, Pantai Indah Kemangi, Pantai Muara Kencan, Dll.
Selain kaya akan wisata alam, kabupaten kendal juga kaya akan wisata budaya, wisata kuliner, wisata edukasi, wisata buatan dan wisata religi.
WISATA RELIGI yang ada di kabupaten Kendal cukup banyak salah satunya berada di AREA BUKIT JABAL KALIWUNGU, Yaitu DESA WISATA RELIGI *WALIKU* yang terletak di Desa Kutoharjo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah.
Komplek Makam Waliku atau komplek makam Jabal Nur Kaliwungu, merupakan komplek wisata religi yang berada di Desa Kutoharjo Kecamatan Kaliwungu Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah.
Di komplek makam Waliku terdapat salah satu Makam Ulama yang berjasa besar, dalam menyebarkan agama islam di Kaliwungu Kendal dan Jawa Tengah yaitu KH Musyafa' (Wali Musyafa'), KH Ahmad Rukyat, KH Musthofa, KH Abu Choir, KH Asy’ari (Kyai Guru), Kanjeng Sinuwun Sunan Katong, Wali Hasan Abdullah (Empu Pakuwojo), Pangeran Djuminah, Pangeran Mandurarejo dan Pangeran Puger.
Dengan adanya destinasi tersebut perlunya menjaga kebersihan tempat wisata agar pengunjung merasa nyaman ketika berziarah.
-*SEJARAH DESA WISATA RELIGI WALIKU*-
DESA WISATA RELIGI *WALIKU* diresmikan oleh Bupati Kendal pada waktu itu yaitu Dr. Mirna Annisa, M.Si. pada tanggal 10 Juni 2019 di Komplek Makam Waliku Bukit Jabal Nur Kaliwungu.
Dengan diresmikannya DESA WISATA RELIGI *WALIKU* Bupati Kendal pada waktu itu mengharapkan dapat meningkatkan daya tarik kecamatan Kaliwungu sebagai sentra wisata religi di kabupaten Kendal maupun Jawa Tengah dan juga berharap adanya peningkatan kunjungan wisatawan atau peziarah lokal maupun luar daerah yang ingin berwisata religi atau berziarah di kabupaten Kendal khususnya di kecamatan Kaliwungu. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Kendal akan terus berupaya membenahi komplek makam WALIKU sehingga pengunjung yang datang akan lebih nyaman.
Nama *WALIKU* sendiri tercipta dari gabungan serangkaian kata, yaitu W : Wisata, A : Alam, L : kuLiner, I : religI, K : Kutoharjo, U : kaliwungU.
Jadi Wisata Religi *WALIKU* sendiri diharapkan dapat mengangkat sektor wisata dari berbagai aspek tidak hanya dari satu aspek saja, seperti halnya lokasi wisata religi ini yang berlokasi di atas atau puncak bukit dapat memberikan nuansa wisata alam perbukitan dataran tinggi, dan juga dari aspek wisata kuliner di area komplek makam waliku terdapat banyak tempat makan (cafe, restaurant, warung makan) yang menjajakan berbagai menu makanan dan minuman khas desa Kutoharjo, seperti sumpil, momoh, mie sampur, bat anget, kerupuk mie, dan ada juga kuliner lokal khas kaliwungu lainnya.
Komplek Makam Jabal Nur selalu ramai dikunjungi pada saat syawalan atau tujuh hari setelah lebaran atau sering disebut dengan TRADISI SYAWALAN KALIWUNGU oleh warga atau masyarakat sekitar maupun luar daerah.
-*MENGENAL LEBIH DALAM TENTANG TRADISI SYAWALAN KALIWUNGU*-
Salah satu tradisi dan budaya Islam Jawa yang masih hidup saat ini adalah adanya penghormatan kepada makam-makam orang suci, baik ulama atau kyai. di Kaliwungu Kendal Jawa tengah dikenal dengan tradisi syawalan.
Tradisi Syawalan merupakan tradisi menyambut hadirnya bulan Syawal yang digelar setahun sekali, yakni 7 hari atau seminggu setelah perayaan lebaran (Hari Raya Idul Fitri. Tradisi yang juga disebut lebaran ketupat atau bodo kupat ini juga ada diberbagai wilayah lain khususnya di provinsi Jawa Tengah.
Pada mulanya Syawalan berasal dari sebuah peringatan meninggalnya (Khoul) ulama besar Kaliwungu, Kyai Asy’ari (Kyai Guru) dengan cara me-ziarahi kuburnya setiap tanggal 8 Syawal, setiap tahun. Sunan Katong hari wafatnya (khoulnya) dirayakan setiap bulan Rajab setiap tahun, biasanya jatuh pada pasaran kliwon, Sayyid Bakhur (Bakir) bin Ahmad bin Sayyid Bakri (Wafat 8 April 1965) dan istrinya Fatimah binti Sayyid Ali Akbari (almarhumah) (wafat 21 Januari 1989) khoulnya setiap bulan Besar (hari Raya Qurban). Sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, kemudian lokasi ziarah berkembang ke makam Pangeran Mandurorejo, dan Pangeran Pakuwaja, Kyai Mustofa, Kyai Rukyat, dan Kyai Musyafa’.
Awalnya kegiatan ziarah mengirim doa di makam Kyai Asy’ari ini hanya dilakukan oleh keluarga dan keturunan Kyai Asy’ari, tetapi lama kelamaan diikuti oleh masyarakat muslim di Kaliwungu dan sekitarnya. Akhirnya, kegiatan itu semakin massif terjadi setiap tahun.
Pada saat perayaan tradisi Syawalan berlangsung, Masyarakat yang jumlahnya mencapai ribuan orang dari berbagai wilayah di Kabupaten Kendal maupun luar daerah berbondong bondong berkunjung ke kaliwungu untuk ikut memeriahkan tradisi syawalan yang hanya berlansung setahun sekali ini.
Tujuan utama Tradisi Syawalan adalah mendoakan para auliya yang telah berjasa menyebarkan Agama Islam di Kabupaten Kendal. Selain berziarah, tradisi syawalan ini juga sebagai ajang wahana mengenal perkembangan Islam di area kaliwungu kendal, bentuk kegiatan religi ini semakin tahun semakin meriah apalagi sekarang dikemas dengan program WISATA RELIGI *WALIKU* Kaliwungu.
Salah satu ulama Kaliwungu KH Asro'i Tohir menambahkan, Tradisi Syawalan Kaliwungu sudah dilakukan sejak ratusan silam. Sampai saat ini tradisi Syawalan yang sudah mendarahdaging ini masih dilangsungkan dan dilestarikan.
Tidak hanya para peziarah yang datang tapi datang pula para pedagang tiban pun untuk ikut mengais rezeki di acara syawalan kaliwungu, selain di sekitar Alun-alun Kaliwungu, para pedagang juga menempati tepi-tepi jalan hingga sampai wilayah Lapangan Brimob Desa Plantaran Kaliwungu Selatan. Jalan yang berada di depan Majid Al Muttaqin dan Alun-alun Kaliwungu pun dipenuhi dengan berbagai macam wahana permainan seperti ombak banyu, kurungan burung, rumah hantu, tong setan, kuda kudaan, kapal kapalan dan pastinya juga dipenuhi dengan tenda tenda para pedagang dadakan yang datang dari berbagai kota.
Lapak-lapak kebanyakan menjual mainan anak-anak (alat masak masakan) yang terbuat dari gerabah yang jumlahnya mencapai puluhan pedagang. Mainan Gerabah ini sebagai mainan khas syawalan kaliwungu yang wajib dibeli buat oleh oleh syawalan. Area pusat Syawalan di Kawasan Komplek Makam Bukit Jabal Kaliwungu juga banyak dipenuhi oleh para pedagang kaki lima istilahnya podo mreman atau podo mremo.
-*TENTANG BUKIT JABAL NUR KALIWUNGU*-
Sejak dahulu Kaliwungu, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah dikenal sebagai kota santri. Lingkungannya kental dengan nuansa religius. Selain ditumbuhi banyak pesantren dengan ribuan santri, dari Kaliwungu pula lahir ulama-ulama kharismatik yang memiliki pengaruh besar di masyakarat. Di kaliwungu terdapat salah satu area perbukitan yang cukup terkenal yaitu BUKIT JABAL NUR.
Nama *Bukit Jabal Nur Kaliwungu* dari waktu ke waktu.
Nama pertama kali sebelum banyaknya permukiman warga di area Bukit Jabal adalah *GUNUNG SENTIR* kenapa disebut gunung sentir karena pada waktu itu bukit jabal belum banyak penerangan lampunya jadi masih gelap gulita (sedikit pencahayaan).
seiring berjalannya waktu nama *GUNUNG SENTIR* terlalaikan dengan adanya pembangunan pembangunan rumah warga karena turunnya perijinan dari Pemilik Asli Tanah / Area Perbukitan Jabal yaitu Keraton Mataram Yogyakarta, surat perijinan dari Sultan / Raja Keraton Mataram berbunyi area bukit jabal Kaliwungu diperbolehkan untuk di bangun rumah rumah warga / masyarakat kaliwungu boleh juga buat dibangun tempat usaha warung, toko, kios, restaurant, rumah makan, dll tetapi tidak diperbolehkan untuk dibangun pabrik atau perusahaan.
Asal usul tanah bukit jabal Kaliwungu sendiri menjadi milik Kerajaan Maratam karena disemayamkannya jasad para pangeran (makam) para jenderal perang sultan agung kerajaan mataram yogyakarta yaitu makam pangeran mandurorejo, makam pangeran puger dan makam pangeran juminah yang berlokasi di wilayah bukit jabal Kaliwungu menurut informasi yang saya peroleh beberapa dari beliau (para pangeran) juga ikut andil menyebarkan ajaran agama islam di area bukit jabal Kaliwungu pada masa itu, tetapi area geografinya para makam para pangeran tersebut masuk ke desa protomulyo kecamatan kaliwungu selatan berbagi wilayah dengan desa Kutoharjo Kecamatan Kaliwungu. Dan sekarang kawasan perbukitan ini lebih dikenal oleh masyarakat luas dengan nama *BUKIT JABAL NUR* kaliwungu.
Tidak sampai segitu saja Bukit jabal Kaliwungu juga masih mempunyai nama istilah lain yaitu *BUKIT KUNTUL MELAYANG / ASTANA KUNTUL MELAYANG* kuntul adalah burung bangau.
Nama istilah tersebut di ambil dari titik lokasi atau letak makam para waliyullah yang menyebar di area perbukitan jabal nur membetuk formasi seperti burung yang sedang terbang melayang di langit.
Sebagai Bagian Kepala Astana Kuntul Layang adalah makam :
1. Panembahan Pangeran Djoeminah Putra Panembahan Senopati Sutawijaya.
2. Kanjeng Raden Tumenggung Ronggo Hadimenggolo I, Bupati Kaliwungu
3. Kanjeng Raden Tumenggung Ronggo Hadimenggolo II, Bupati Kaliwungu
4. Kanjeng Raden Tumenggung Ronggo Hadimenggolo III, Bupati Kaliwungu
5. Kanjeng Raden Tumenggung Ronggo Hadimenggolo IV, Bupati Kaliwungu
6. Kanjeng Raden Tumenggung Ronggo Ronodiwiryo, Bupati Batang
7. Kanjeng Raden Tumenggung Hadinegoro, Bupati Kaliwungu dan Demak
8. Kanjeng Raden Tumenggung Sumodiwiryo, Bupati Kaliwungu
9. Raden Tumenggung Reksonegoro
10. Kanjeng Raden Tumenggung Hadinegoro, Bupati Demak, dll
Sedangkan Bagian Dada Astana Kuntul Nglayang ditempati makam :
1. Kanjeng Sinuwun Sunan Katong keturunan Prabu Brawijaya dari Majapahit
2. Raden Tumenggung Notohamijoyo, Bupati Kendal
3. Raden Tumenggung Notohamiprojo, Bupati Kendal
4. Raden Mas Arinotoprojo, Bupati Kendal
5. Raden Mas Notonagoro, Bupati Kendal, dll
Bagian Sayap Kiri Astana Kuntul Nglayang ditempati makam :
1. Raden Tumenggung Mandurarejo, Bupati Pekalongan Pertama
2. Kyai Asy’ari atau Kyai Guru Pendiri Masjid Agung Kaliwungu
3. Kyai Puger atau Kyai Pakpak atau Kyai Papak, dll.
Bagian Sayap Kanan ditempati Astana Kuntul Nglayang ditempati makam :
1. Kyai Haji Musyafak / Mbah Wali Musyafa'
2. Kyai Haji Rukyatullah / Mbah Ahmad Rukyat
3. Kyai Haji Musthofa
4. Kyai Haji Abu Choir 64
5. Drs. H. Djoemadi, Bupati Kendal ke 36, dll
Sedangkan yang terakhir Bagian Ekor Astana kuntul Nglayang ditempati oleh Makam :
1. Wali Hasan Abdullah / Mbah Eyang Empu Pakuwaja
2. Syeh Bukhori
3. Nyai Sumintir
4. Raden Bagus Susilo
5. Sayyid Ridwan
6. Raden Suwijo, Dll
Sekilas sejarah tentang Bukit Jabal Nur Kaliwungu yang menjadi tempat peristirahatan terakhir para ulama-ulama Kaliwungu yang kesohor kewaliannya itu.
-*TOKOH WALIYULLAH KOMPLEK MAKAM WISATA RELIGI WALIKU*-
Sekilas tentang Wali Musyafa' dan Mbah Ru'yat
Mbah Musyaffa’ lahir pada bulan Muharram tahun 1324 H. atau 1904 M. di Kampung Losari, Krajan Kulon, Kaliwungu, Kendal. Ibunya bernama Hj. Lammah, sedangkan ayahnya bernama H. Bahram. Walaupun beliau berasal dari keturunan orang biasa, namun Allah swt. mentakdirkannya menjadi seorang Waliyullah. Diantara ulama besar yang mengakui kewalian beliau adalah Syaikh Kholil Bangkalan, KH. Abdul Karim atau biasa dipanggil dengan nama Mbah Manab (Pendiri Ponpes Lirboyo, Kediri) dan KH. Ma’ruf, Kedunglo, Kediri. Beliau wafat pada hari Rabu tanggal 23 Dzulhijjah 1388 H. atau 12 Maret 1969 M. dan dimakamkan di bukit Jabal Nur.
Selama hidup (antara tahun 1920 – 1969), Mbah Syafa’ dikenal sebagai sosok yang zuhud. Ia sangat sederhana, baik dalam berpakaian maupun dalam bertutur kata. Kesederhanaannya dalam berpakaian, membuat sebagian orang menganggap Mbah Syafa’ sebagai Kiai yang sangat miskin.
“Bahkan ada orang yang menganggap Mbah Syafa’ adalah orang gila, karena ia memang kerap berperilaku Khawariqul Adah, yaitu berperilaku diluar kebiasaan manusia pada umumnya. Persangkaan orang bahwa Mbah Syafa’ adalah orang gila sudah terdengar sebelum masyarakat mengetahui karomah dan kewaliannya,”ujar Tomo, pengurus makam wali di kota Kaliwungu.
Rahasia Mbah Syafa sebagai wali akhirnya terbongkar. Ceritanya pada suatu hari tetangga disekitar rumah Mbah Syafa’ dibuat gempar. Saat itu setelah musim haji, ada seorang haji yang datang ke desa Mbah Syafa. Dia mengaku dititipi anggur oleh seseorang di Mekah untuk diserahkan kepada Mbah Syafa’, yang baru saja menunaikan ibadah haji di Mekah. Padahal tetangga Mbah Syafa’ mengetahui sendiri, selama musim haji itu Mbah Syafa’ berada di rumahnya.
“Tetangga –tetangga menganggap tak mungkin mbah Syafa akan menunaikan ibadah haji. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja masih kekurangan,”ungkapnya.
Sejak peristiwa menakjubkan itu pandangan orang pada dirinya berubah, apalagi setelah karomah-karomahnya disaksikan orang-orang disekitarnya.
Kisah Unik
Banyak cerita menarik seputar kewalian Kiai Musyafa'. Konon di Kendal dahulu pernah ada seorang waliyullah Abdul Hadi namanya. Ketika beliau akan wafat, beliau menyampekan pesan pada Habib Umar, penjaganya kala sakit, yang tak jelas maknanya. Beliau mengatakan, "Nyonya dengklek kidul mesjid Kaliwungu nyambut gawe kulak jaritan" (Artinya :Nyonya Dengklek sebelah selatan masjid Kaliwungu Bekerja sebagai tengkulak kain).
Pada saat waliyullah Abdul Hadi itu meninggal dunia, maka terlihat cahaya (nur) yang bersinar ke arah Kiai Musyafa'. itulah barangkali tanda awal kewalian Kyai Musyafa'.
Selain itu, ada beberapa cerita orang tua yang merupakan saksi ahli tentang keanehan-keanehan yang diangap merupakan ciri karomah atau kewalian Mbah Kyai Musyafa'. Suatu saat Mbah Syafa’ menjamu tamu yang datang. Masing-masing tamu menuang sendiri air minum dari ceret yang sudah disediakan. Anehnya air minum yang berasal dari satu ceret itu di rasakan berbeda-beda oleh tamu yang minum.
Kisah unik lain ketika Mbah Wali Syafa' memotong pohon kelapa.Ceritanya berawal dari seorang tetangga yang resah dan khawatir karena pohon kelapanya condong di atas rumahnya. Mendengar keresahan itu, maka Mbah Syafa' bertandang. Beliau langsung yang naik pohon kelapa untuk memotong pohon yang condong di atas atap rumah tetangganya itu.
Setelah selesai di potong, ternyata pohon kelapa itu jatuhnya justru berlawanan dengan rumah warga itu. Logikanya pohon itu seharusnya jatuh persis di atas rumah tetangganya itu. Tetapi yang terjadi malah sebaliknya. Di sinilah orang makin yakin akan kelebihan karomah Mbah Syafa.
Sekitar tahun 1960-an, Mbah Syafa’ kedatangan seorang tentara. Tentara itu bermaksud memohon restu, karena sebagai pembela negara dia mendapat tugas ikut dalam rombongan pasukan Trikora yang akan membebaskan Irian Jaya dari pendudukan Belanda. Saat dia sampai di tempat tinggal Mbah Syafa’ dan mengemukakan maksudnya, Mbah Syafa’ tidak menjawab sepatah kata pun. Beliau hanya mengambil sebuah wajan yang telah di bakar hingga merah membara.
Oleh Mbah Syafa’ wajan itu di dekatkan ke kepala orang tersebut sambil dipukul beberapa kali. Sesaat kemudian beliau masuk kedalam rumah dan keluar dengan membawa tiga buah biji randu (Klentheng), lantas menyerahkannya pada orang itu.
“Orang tersebut tidak mengerti apa maksud Mbah Syafa’, namun ia tetap menyimpan biji randu pemberian Mbah Syafa’. Di belakang hari, isyarat tersebut bisa diketahui setelah kapal yang ditumpangi tentara Indonesia hancur di tengah laut. Namun atas izin Allah orang tersebut selamat,”jelas Tomo.
Dalam kisah yang lain diceritakan pada 1940-an, suatu hari Mbah Syafa’ menggali tanah hingga dalam. Orang-orang disekitarnya merasa heran dengan apa yang dikerjakannya itu. Sebagian mengira tempat itu akan digunakan untuk memelihara ikan, sebagian yang lain menyangka akan dibuat sumur.
Setelah beberapa saat, orang baru sadar bahwa Mbah Syafa’ mengetahui peristiwa yang bakal terjadi belakangan. Karena tidak lama berselang, tentara Jepang menyerbu daerah Kaliwungu, dan lubang itu dipergunakan sebagai tempat persembunyian orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ketika terjadi serangan tentara Jepang, masyarakat sudah panik dan lari kesana kemari mencari perlindungan. Namun Mbah Wali Syafa' justru tenang-tenang aja di teras rumahnya membaca surat Yasin. Beberapa kali Mbah Wali membacanya, akhirnya tba-tiba berhentilah serangan montir tentara Jepang tadi.
“Ini Barokahnya bacaan surat Yasin yang dibaca Kiai Musyafa',”paparnya.
Berbagai peristiwa aneh terjadi termasuk setelah ia meninggal dunia pada 13 Maret 1969 (seperti yang tertulis pada nisannya). Suatu ketika Rasyid saat sedang membersihkan Balai Desa Krajan Kulon, Kaliwungu. Rasyid, tukang sapu kantor tersebut, ditemui Mbah Syafa’ tanpa berbincang apapun. Mbah Syafa’ memberinya uang seribu rupiah. Dia tidak mengetahui pada saat itu Mbah Syafa ia telah meninggal dunia.
Anehnya, ketika sudah dibelanjakan, uang itu tetap utuh dan tetap ada di saku Rasyid begitu ia sampai di rumah. Hal itu berulang hingga tiga kali, membuat gundah Rasyid. Hatinya baru tenang setelah uang itu ia kembalikan ke kuburan Kiai Syafa’.
“Maka sekarang makam Kiai Musyafa dikenal untuk memperlancar rejeki ,”jelasnya.
Meski telah terbukti karomhanya, masih terdapat pula orang yang tidak mempercayai bahwa Mbah Syafa adalah wali. Maka suatu saat Kiai Muchid dari Jagalan, Kutoharjo, Kaliwungu berguman, serasa meragukan berita kewalian Mbah Wali Syafa'. Akhirnya dia mempunyai rencana untuk menguji kewalian Mbah Syafa. "Apa benar Mbah Kyai Musyafa'itu seorang waliyullah? Coba aku aku memncoba karomahnya akan pura-pura meminjam uangnya Kiai",niat Kyai Muchid pada dirinya sendiri.
Kyai Muchid kemudian sampai di halaman rumah Kiai Musyafa', tiba-tiba Kiai Musyafa' berkata dengan nada perintah,"Muchid, ke pasar saja memakai bathok kelapa kalau akan mengemis". Padahal saat itu Kiai Muchid belum mengatakakan apapun. Begitu mendengar ucapan Kiai Musyafa, maka Kiai Muchid terdiam, tak berani berkata sepatah kata pun. Dia tidak jadi mengutarakan niatnya akan meminjam uang.
Sampai kini, makam Kiai Musyafa ramai dikunjungi peziarah. Apalagi ketika acara syawalan peziarah akan membludak. Biasanya peziarah mengunjungi makam Kiai Musyafak usai ziarah ke makam Kiai Asy’ari.
Mbah Ru’yat lahir pada sekitar tahun 1305 H. atau 1885 M. di Kampung Pungkuran, Kutoharjo, Kaliwungu, Kendal. Ibunya bernama Nyai Sujatmi, sedangkan ayahnya bernama Kyai Abdullah bin Kyai Musa. Beliau adalah sosok ulama yang waktunya banyak dihabiskan untuk mengajar dan beribadah. Lebih-lebih ketika bulan Ramadhan, dari mulai ba’da Subuh sampai pukul 12 malam, beliau habiskan untuk mengajar santri-santrinya. Sehingga tidaklah mengherankan jika santri-santrinya banyak yang menjadi ulama besar, seperti ; KH. Abuya Dimyati (Banten), KH. Dimyati (Pemalang), Abah Anom (Tasikmalaya), KH. Asror Ridwan (Kaliwungu), KH. Dimyati Rois (Kaliwungu) dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada hari Jum’at tanggal 9 Rabi’ul Akhir 1388 H. atau 4 Juli 1968 M dan dimakamkan di Bukit Jabal Nur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar