..Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

..Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ ..Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. Good Morning, Afternoon, Evening, Night.. Welcome To My Blog.. Selamat Datang di Blog Saya.. Salam Sejahtera untuk Kita Semua.. Semoga Kita selalu dalam Lindungan Allah SWT.. آمِيْن يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ

Jumat, 26 November 2021

SEJARAH KABUPATEN KENDAL DI KALIWUNGU

KABUPATEN KENDAL DI KALIWUNGU

Kaliwungu, disebut juga Lepen Wungu (sejarah Bagelen), Lepen Tangi (Babad Sultan Agung), Caliwongo (Francois Valentiju), daerah yang dipilih oleh Bahurekso sebagai pusat pemerintahan sebuah Kadipaten. Pada saat itu Kaliwungu adalah daerah yang telah dibangun oleh Sunan Katong yang kemudian dikembangkan oleh ulama Mataram Panembahan Djoeminah. Upaya pengembangan diteruskan oleh ulama yang punya garis keturunan dengan Sunan Giri, yaitu Kyai haji Asy'ari atau Kyai Guru, yang datang ke Kaliwungu pada beberapa tahun kemudian. Kaliwungu memang daerah berpotensi, selain itu dari faktor geografis memenuhi syarat sebagai daerah pertahanan.

Bandar (pelabuhan) Jepara mengalami perkembangan yang pesat bila dibanding dengan Bandar Bintara, Demak. Selain itu, Bandar Asam Arang, yang strategis menjadikan Kadipaten Kendal di Kaliwungu semakin berkembang.

Faktor strategis lainnya adalah; Pertama, merupakan jalan lurus menuju Mataram yang berdampingan dengan kadipaten Semarang. Kedua, memiliki pantai landai yang memungkinkan pengembangan pelabuhan armada.Ketiga, semenmanjung dengan Jepara sehingga mudah mengamati perkembangannya. Keempat, dekat dengan pesisir sebelah barat: Batang, Pekalongan, Tegal hingga Cirebon. Kelima, kondisi masyarakat pondok pesantren yang tenang sangat memungkinkan adanya koordinasi dengan para ulama, dan tidak tertutup kemungkinan Adipati merangkap jabatan lain.

Ancaman yang menjadi pertimbangan Sultan Mataram adalah VOC yang terus mengembangkan sayapnya memonopoli dagang. Banten dan Batavia telah berhasil dikuasai. Oleh karenanya pembangunan armada laut yang kuat sangat dibutuhkan, dan dalam hal ini Sultan Agung mempercayakan pada Adipati Kendal, Tumenggung Bahurekso. Pembangunan armada laut pun dimulai, dengan beberapa tempat yang dijadikan pusat pelatihan armada (prajurit).

Magangan, sebuah desa yang masuk masuk Kecamatan Pegandon (sekarang Kecamatan Ampel), dijadikan penampungan dan pendaftaran calon prajurit. Magangan berasal dari kata atau Magangatau pencalonan. Sedangkan tempat latihannya dipusatkan di desa Plantaran, sekarang masuk Kecamatan Kaliwungu. Plantaran berasal dari kata tataran atau yang berarti dadaran, pendadaranpusat latihan calon prajurit. Para pimpinan prajurit (armada) ditempaatkan di daerah dekat pelabuhan, namanya Sabetan yang artinya jago atau jawara. Pelabuhan armadanya di daerah Ngeboom yang artinya pelabuhan atau pangkalan laut. Keduanya sekarang menjadi desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu. Sedangkan transportasi yang menghubungkan pusat pemerintahan dengan markas besar armada angkatan laut melalui Kali Aji atau Kali Bendo.

Awalnya, Bahurekso hanya diberi kekuasaan darat seluas wilayah Kadipaten Kendal. Namun perkembangannya diangkat sebagai Panglima Angkatan Laut dan Gubernur Pesisir Jawa Utara. Memperhatikan tugas-tugas kedua dan ketiga itu, memberi gambaran bahwa Mataram menempatkan posisi Adipati/Bupati Kendal sangat strategis yang berskala nasional pada jamannya.

Setiap diplomat yang akan menghadap raja, terlebih dahulu berkewajiban untuk melapor dan meminta ijin pada Bahurekso. Pada bulan Juni 1615, ketika Andries Soury berkeinginan menghadap raja, maka ia harus terlebih dahulu menemui Adipati Kendal yang jug aGubernur Jawa Utara. Satu bukti lagi yang erat hubungannya dengan kepercayaan Sultan Agungyang diebrikan kepada Tumenggung Bahurekso, ketika utusan dagang kedua VOC, yaituvan Endhovenn(Juni 1618) ingin menghadap Sultan Mataram dengan tujuan ingin memperkuat dan memperluas lojinya. Jawaban Sultan diberikan kepada utusan VOC itu melalui Tumenggung Bahurekso.

Segala sesuatu yang berhubungan dengan VOC, kebijaksanaan awal berada di tangan Bahurekso. Perilaku kasar yang ditunjukkan ole Van Endhoven dan Cornelis Maseuck terhadap para pedagang Jepara, pada akhirnya menjadi perhaatian Sultan. Mereka memaksa agar para pedagang Jepara menjual dagangannya pada VOC, dan bila tidak dituruti, para pedagang VOC melakukan penjarahan dan penganiayaan. Perilauk ini harus dipertanggungjawabkan. Karena tidak ada tanggapan dari pihak VOC, maka 18 Agustus 1618, Kantor Dagang VOC yang ada di Jepara diserbu habis. Ada yang meninggal dan ada yang ditawan oleh pasukan Bahurekso.

Inilah awal situasi dan kondisi yang memanas. JP. Coen, Gubernur Jenderal Dagang VOC di Jakarta merasa tersinggung. Dengan pura-pura berbuat baik pada pedagang Jepara dan pemerintah Mataram, JP. Coen menemui penguas dagang Mataram di Jepara yang berpangkat Hulubalang itu, JP. Coen ingin membeli beras dan keperluan lainnya dari masyarakat. Setelah itu seratus enam puluh prajurit VOC menyerang rumah-rumah rakyat, dan menewaskan tiga puluh orang. Jung-jung yang ada di pelabuhan Jepara semua dibakar habis.

Peringatan dari VOC itu mendorong Bahurekso memperkuat pertahanan Jepara. Prediksi akan adanya serangan ulang dari pihak VOC, ternyata benar. Sebanyak 400 prajurit Belanda (1619) menyerang Jepara. Namun dapat dipukul mundur oleh pasukan Bahurekso, dan mereka harus kembali ke laut. Persaingan dagang di pantai utara antara Mataram dengan Belanda sudah mulai memanas dan saling menjepit.

Kerajaan Sukadana, Kalimantan Selatan berhasil lebih dahulu dikuasai oleh Mataram.. Belanda berusaha melakukan ekspansi dagang lewat laut dengan daerah yang dituju Gresik dan Madura. Malang bagi Kompeni, karena tahun 1624 Kamar Dagang VOC yang ada di Gresik hancur oleh pasukan Mataram. Persaingan semakin panas, dan Sultan Agung sendiri merasa bahwa cepat atau lambat Kompeni akan menguasai Pulau Jawa.

Kyai Ngabehi Bahurekso

( Menurut Sastra Lisan) Ki Ageng Cempaluk yang juga punya nama Ki Ageng Joyo Singo atau Ki Ageng Ngerang, adalah seorang prajurit pilih tanding Kerajaan Pajang dan Mataram. Namun, ada keterangan lagi bahwa Ki Ageng Cempaluk adalah ayah dari Joyosingo.

Nama Ki Ageng Ngerang yang menjadi julukannya bisa dipahami bila Ki Ageng Cempaluk masih ada hubungannya dengan Ki Ageng Bondan Kejawan atau Lembu Peteng, putera Prabu Brawijaya dari Majapahit, dari keturunan ibu.

Sebagaimana disebut dalam cerita tutur ataupun sejarh rakyat, seorang tokoh biasanya dipanggil dengan memakai panggilan nama leluhurnya bila yang bersangkutan memiliki sifat-sifat yang sama, yang disebut "nama nunggak semi". Nama Ki Ageng Ngerang tokoh tua seangkatan Ki Getas Pendowo, ayah Ki Ageng Selo yang menurunkan Ki Ageng Ngenis atau Henis dan berputera Ki Ageng Pemanahan, ayahanda Sultan Mataram pertama, Senopati Sutowijoyo. Seperti disebut dalam buku Babad Tanah Jawi, diterangkan sebagai berikut:

"Prabu Brawijaya mempunyai istri (selir) bernma puteri wandan, berputera laki-laki bernama Raden Bondan Kejawan alias Bondan Surati alias Lembu Peteng yang kawin dengan Puteri Nawangsih puteri Ki Ageng Tarub, berputera dua orang, Ki Getas Pendowo yang berputera Ki Ageng Selo. Anak Ki Bondan Kejawan yang satunya, seorang puteri yang dikawinkan dengan Ki Ageng Ngerang. Jadi hubungan antara Ki Ageng Getas Pendowo dengan Ki Ageng Ngerang adalah saudara ipar.

Selanjutnya dengan disebutnya nama Ki Ageng Ngerang, mengingatkan pada tiga tokoh besar bersaudara seperguruan, yaitu Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Tingkir dan ki Ageng Ngerang. Oleh cerita tutur, tokoh Ki Ageng Ngerang ini tidak tertutup kemungkinan merupakan leluhur Ki Ageng Cempaluk, ayah Joko bahu, yang kemudian hari bernama Tumengung Bahurekso. Sedangkan dalam buku Babad Tanah Jawi diterangkan bahwa: Ki Ageng Selo mempunyai anak enam putri dan satu orang putra, namanya Ki Ageng Ngenis, berputera Ki Ageng Pemanahan, berputera Raden Pangeran Bagus, yang tidak lain Sutowijoyo, Panembahan Senopati.

Bila Catatan Hermannus Johannes de Graaf yang mereferensi dari buku Babad Tanah Jawi itu benar, maka Jaka Bahu atau Tumenggung Bahurekso adalah masih ad hubungan keluargamenyamping trah Mataram. Dengan kata lain Bahurekso memang bangsawan Mataram, hanya saja ia berasal dari pihak ibu.

Sedangkan menurut Amien Budiman, Jaka Bahu sebutan lainnya adalah Ki Bahu, adalah sahabat dekat atau orang yang dipercaya oleh Pangeran Benowo. Jaka Bahu lah yang mendampingi Pangeran Benowo mulai dari Pajang, kemudian pindah kek Jipang dan selanjutnya mengembara hingga ke Kendal dan Parakan. Oleh Sunan atau Pangeran Benowo, Ki Bahi diserahkan pada Panembahan Senopati di Mataram sebagai ganti atau wakil dan atas nama Pangeran Benowo. Bila Panembahan Senopati ada keperluan dengannya, maka Ki Bahu lah yang menjadi wakilnya, karena memang nenek moyang Ki Bahu masih ada hubungannya dengan nenek moyang Mataram. Dengan demikian kedekatan Ki Bahu dengan Pangeran Benowo itu lebih berdasar pada kesinambungan hubungan erat nenek moyangnya, yaitu antara Ki Ageng Ngerang dengan Ki Ageng Pengging.

Baik Ki Ageng Cempaluk ataupun Jaka Bahu memiliki hubungan sangat dekat dengan Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo Sultan Mataram Sutowijoyo maupun Mahapatih Mataram, Ki Mondoroko, nama kebesaran Ki Juru Martani. Karena drama baktinya kepada kerajaan yang besar dan usianya yang cukup tua, Ki Ageng cempaluk diberikan tanah perdekan (otonomi) di wilayah Kesesi, sekarang masuk Kabupaten Pekalongan. Hidup bersama dua anaknya, Joko Bahu dan seorang lagi sebagai anak angkatnya Anjarwati, dirasakan sebagai anugrah dari Tuhan yang Mahakuasa. Di padepokan itulah ia menghabiskan masa tuanya dengan penuh syukur pada Tuhan. Namun sebagai orang yang telah diberi penghargaan, Ki Ageng cempaluk tetap mencurahkan pikirannya dan sisa-sisa tenaganya untuk Mataram.

Sebagai seorang prajurit yang hidup di dua masa, yaitu masa kerajaan Pajang dan Mataram, dan dikenal sebagai prajurit yang mumpuni dalam bidang kanuragan dan ketataprajaan. Sehingga ia memiliki pewaris yang bisa melanjutkan pengabdiannya pada kerajaan.

Dituturkan, bahwa penguasa Kadipaten Kleyangangan (Sekarang Kecamatan Subah, Batang), Adipati - Pengalasan/Pemajegan - Tumenggung Dipokusumo, berencana meluaskan wilayah kadipatennya ke arah timur, dengan membuka alas roban, untuk areal pertanian dan pemukiman. Adipati Dipokusumo, sadar bahwa membuka alas (hutan) bukan pekerjaan yang mudah dan disadari termasuk pekerjaan yang keras. Sebuah tugas yang sangat keras dan penuh resiko, maka ia meminta bantuan Ki Ageng Cempaluk yang terkenal sakti. Karena usia yang mendekati udzur, maka tugas itu diserahkan pada puteranyan, Jaka Bahu.

Dengan tetap didampingi oleh Adipati Tumenggung Dipokusumo, tugas membuat persawahan dan pemukiman dengan membuka alas (Babat Wono Roban) dilaksanakan dengan baik oleh Jaka Bahu. Atas keberhasilannya itu, pada akhirnya jaka Bahu menjadi kepercayaa Adipati Dipokusumo, yang tentu saja keberhasilan itu dilaporkan pada Sultan Agung Hanyokrokusumo. (dalam buku Bahurekso Tapa, ada nama Jaka Sentanu - yang kemungkinannya satu nama dengan Ki Dipokusumo). Berhasil membuka hutan Roban, Sultan Agung menginginkan ada penambahan areal persawahan dan pemukiman, dengan cara membuka hutan hutan (alas) Gambiran, sebuah hutan di sebelah barat Kleyangan, yang lebih gawat daripada Roban. Dengan menelusuri sungai Sambong yang lebar dan memanjang dari selatan ke utara, dan selanjutnya menjadi prioritas dan sasaran pertama yang harus dikerjakan.

Dimulai dengan membuat bendungan di sungai itu. Kawasan hutan yang telah dikuasai oleh pendekar keals tinggi, Drubikso, merasa kehidupannya diganggu. Tokoh sakti itu melakukan perlawanan pada Jaka Bahu. Oleh yang punya cerita disebutkan bahwa antara kedua tokoh itu sama-sama memiliki daya tempur yang luar biasa. Drubikso yang punya aji guntur geni berhasil dikalahkan. Drubikso dan Jaka Bahu saling memukul dengan galah atau watang (embat-embatan watang, Jawa). Tempat pertarungan kedua tokoh itu pada akhirnya disebut (berasal dari kata Batangembat-embatan watang).

Hutan gambiran merupakan keberhasilan Jaka Bahu kali kedua, sekarang ini tepatnya di daerah Sambong, Batang. Sedangkan pembahasan taktik dan strategi untuk mengalahkan Drubikso, sekarang bernama Dracik yang berasal dari kata diracik. Dan keberhasilannya membuka hutan Gambiran ini merupakan kado persembahan terhadap tahun pertama pemerintahan Sultan Agung (1613). Pada akhirnya Sultan Agung mengutus putera Mataram, Ki Mandurorejo, untuk menata kembali daerah Kleyangan sepeninggal Ki Dipokusumo. Dari sinilah awal perkenalan Jaka Bahu dengan Ki Mandurorejo putera Ki Manduronegoro, yang berarti cucu Ki Patih Mondoroko, yang berarti juga masih saudara dekat dengan Sultan Agung, bahkan disebutnya sebagai mertua Sultan Agung. Seperti disebut dalam sejarah Kabupaten Pekalongan/Batang, Tumenggung Mandurorejo diangkat menjadi Adipati pad tahun 1922. Bila diruntut dengan cerita-cerita di atas, maka sembilan tahun kemudian setelah hutan Gambiran bahkan di atas angka sepuluh tahun setelah alas Roban dibuka menjadi perkampungan oleh Bahurekso, Tumenggung Mandurorejo menduduki Pekalongan/batang sebagai adipati. Atas jasa-jasanya itu, pada tahun yang tidak berselang lama setelah Sultan Agung dinobatkan sebagai sultan, Jaka Bahu diberi penghargaan atas jasa kerja kerasnya, menjadi Adipati (penguasa)Kendal, dengan pangkat Tumenggung (1614). Tahun penobatan ini memang menjadi perdebatan bahkan belum diyakini. Namun, catatan De Graaf, sejarawan Belanda yang khusus menulis javanologi menyebut bahwa pada tahun 1915, Kendal sudah ada seorang gubernur bernama Bahurekso.

Dengan diangkatnya Tumenggung Bahurekso sebagai penguasa Kadipaten Kendal, maka secara hirarkhi, Kadipaten Kendal di bawah langsung kerajaan Mataram. Sebuah karya yang dihias di daerah sendiri (Kabupaten Batang sekarang ini) sedangkan sebagai penghargaannya menjadi penguasa daerah lain. Sedangkan daerah yang dibangunnya (sebelum menjadi adipati) pada akhirnya bernama Kadipaten Pekalongan (termasuk Batang), oleh Sultan Mataram diberikan kepada Mandurorejo. Inin artinya bahwa Ki Mandurorejo datang ke daerah itu, tatanan pemerintahan sudah tertata rapi, dan bangunan-bangunan sebagai cikal bakal pemerintahan telah ada. Dengan berdasarkan kepentingan pertahanan kerajaan Mataram, maka oleh Bahurekso dan atas persetujuan Sultan Mataram, menjadikan wilayah Kaliwungu sebagai alternatif yang terbaik sebagai pusat pemerintahan. Sebutan berikutnya Kadipaten kendal di Kaliwungu. Begitu seterusnya hingga 1811, pemerintahan dipindahkan ke kota Kendal seperti sekarang ini. dalam sejarah Batang sebagai ditulis oleh R. Sunaryo Basuki, ataupun catatan-catatan Amien Budiman, bahurekso memang pernah memerintah Kabupaten Pekalongan sebagai pejabat kerajaan. Selanjutnya oleh R. Sunaryo Basuki juga dituturkan, ketika itu ia menunjuk Raden Tjilik atau Raden Prawiro, seorang ulama masih keturunan ulama Sedayu, Lamongan Jawa Timur, yaitu Sunan Nur atau Sunan Sendang sebagai Ki Ageng di Batang/Ki Ageng Gede Batang. Hanya saja keberadaannya di Pekalongan/Batang sebagai pejabat kerajaan, maka nama Bahureksotidak diabadikan bahkan tercatat sebagai Bupati Pekalongan atau di Batang.

Bila diurut kapan peristiwa itu terjadi, rasanya memang tidak sulit yaiut sebelum tahun 1614. Sebab, Mandurorejo diaingkat sebagi Bupati batang pad hari Senin pon, 8 September 1614 (Jumat Kliwon(?). Hanya saja catatan di Pekalongan menyebutkan bahwa walaupun Mandurorejo menjadi bupati/penguasa di Batang tahun 1614, tetapi di Pekalongan tercatat tahun 1622/1623 Pengeran Mandurorejo dan adiknya (Tumenggung Upasanta) menjadi adipati/penguasa Pekalongan. Kedua daerah itu merupakan hasil kerja keras Bahurekso. Pekalongan berasal dari kata "kalong". Cerita tuturnya, di tempat itulah Bahurekso melakukan "topo ngalong", menggantung di pohon dan makannya hanya buah-buahan, seperti kalong, begitu masyarakat menyebut. Usaha bertapa Bahurekso ini sehubungan dengan pekerjaan membuat perkampungan dengan membuka hutan Gambiran. Tidak berlebihan jika Bahurekso pada akhirnya berhasil membangun tiga daerah pemerintahan sekaligus.


#kaliwungu #kendal #sejarah #sejarahkaliwungu #sejarahkendal #halilintarsepatusandal

Tidak ada komentar:

BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA

BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA 51372 1. MAKAM GURU MBAH JAFAR & H MASTURI MIRA 2. MAKAM MBAH K...