MAS-LINTAR.COM "KUTOHARJO KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA"
Informasi Wisata Religi, Alam, Edukasi, Sejarah, Kuliner, Seni, Budaya, Kearifan Lokal dan Ekonomi Kreatif Indonesia
..Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
Senin, 29 November 2021
BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA
Jumat, 26 November 2021
TUMENGGUNG BAHUREKSO BUPATI KENDAL PERTAMA DAN PANGLIMA PERANG KERAJAAN MATARAM YANG TANGGUH
NAMA NAMA BUPATI KENDAL DAN KALIWUNGU
Nama
Nama Bupati Kendal dan Kaliwungu
Dalam catatan yang ada di arsip Kabupaten Kendal, nama-nama bupati Kendal tidak tercatat adanya nama Raden Ronggo Hadimenggolo sampai dengan Hadinegoro III. Dengan demikian, maka sebelum pemerintahan dipindahkan ke Kota Kendal, maka Kaliwungu merupakan induk atau pusat pemerintahan. Sehingga tujuh orang keturunan Panembahan Djoeminah itu adalah Bupati Kaliwungu. Di bawah ini ada catatan tentang nama-nama bupati Kendal mulai Tumenggung Bahurekso sampai Bupati H. Hendi Boedoro, SH.,M.Si, yang merupakan bupati ke-37.
1. Tumenggung Bahurekso
Akhir pemerintahannya sampai dengan 26 Agustus 1628, gugur melawan tentara Belanda di Batavia, 21 Oktober 1628.
2. Raden Ngabehi Wiroseco (1629 - 1641)
Penggati Raden Tumenggung Bahurekso adalah Raden Ngabehi Wiroseco, sahabat dekat dengan Pangeran Benowo (putra Sultan Hadwijoyo). Tokoh ini hanya menjabat sebentar karena meninggal dunia dan tidak meninggalkan putra. Setelah itu RadenMgabehi Wiroseco digantikan oleh tokoh yang mempunyai nama sama, yaitu Wiroseco, yang semula penguasa jepara. Tapi Raden Wiroseco yang satu ini memng tidak lama berkuasa di kendal, karena atas usul VOC ia ditarik lagi ke jepara. maka dari tahun (1629 - 1641), jabatan bupati kendal dijabat oleh dua orang, dengan nama yang sama, yaitu Raden Ngabehi Wiroseco(catatan Amen budiman, Menyingkap Sejarah Kendal seri V).
3. Raden Ngabehi Mertoyudo (1641 - 1649)
Bangsawan asal Mataram. Dan pada awal pemerintahanya, Kerajaan Mataram telah terjadi alih kekuasaan dari Sultan Agung (1645) kepada puteranya, Sultan Amanfkurat I.
4. Raden Ngabehi Wongsodiprojo (1649 - 1650)
Bangsawan asal Mataram. Menjabat baru beberapa bulan sudah wafat.
5. Raden Ngabehi Wongsowiroprojo (1650 - 1661)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -4)
6. Raden Ngabehi Wongsowirosroyo (1661 - 1663)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -5)
7. Tumenggung Singowijoyo I atau Singowonggo (1663 - 1668)
Putera dari Raden Ngabehi Wosongwirosroyo (Bupati ke -6). Pada tahun 1677 di utus Sunan Amangkurat I untuk memulihkan keadaan di jakarta sehubungan dengan aksi orang- orang cina yang melawan belanda. dan tahun 1677 ini pula terjadi alih kepemimpinan mataram dari Sunan Amangkurat I ke Adipati Amon atau sunan amangkurat II, dan Tumenggung Singowijoyo I wafat 1688,tanpa sakit.
8. Tumenggung Mertowijoyo I (1688 - 1700)
Putera Raden Tumenggung Ngabehi Singowijoyo I (Bupati ke -7) wafat 1694, dan selanjutnya diwakili oleh pamannya yang (juga) bernama Singowijoyo, hingga 1700. Nama Tumenggung Mertowijoyo juga ditemukan dalam buku Babad Mentawis dan Serat Babad negari semarang. Seperti dituturkan oleh Amen Budiman Bahwa Tumenggung Mertowijo tewas dalm peristiwa geger pakunegaran di wilayah kedu, kelihatannya mendapat dukungan dari babad Mentawis. Sebab buku itu menerangkang bahwa Tumenggung Mertowijoyo ambil bagian secara aktif dalam peristiwa tersebut. Sedangkang dalam serat babad negeri semarang diterangkan bahwa nama Tumenggung Mertowijoyo erat hubungannya dengan Ki Ageng Pandan Aran Atau Ki mode pandan. diterangkang lagi bahwa garis nasab Mertowijoyo dimulai dari pangeran Kanoman, adik Sunan Tembayat. bila catatan itu sesuai dengan yang dimaksud, maka Tumenggung Mertowijoyo ada garis Lurus dengan Sultan Akbar AL- Fatah dari Kerajaan Demak.
9. Tumenggung Mertowijoyo II (1700 - 1725)
Adik dari Raden Tumenggung Singowijoyo I (Bupati KE-7), atau Paman dari Tumenggung Mertowijoyo I. Tumenggung Mertowijoyo II ini juga di sebut Kyai Kendil Wesi, karena punya pusaka berwujud kendil yang terbuat dari besi. wafat tahun 1725 dan dimakamkan dipemakaman pakucen, kebondalem, kecamatan kota kendal, sedangkang pusakanya dimakamkan dipesarean Doropayung, sukolilan, patebon , kendal. Dua tahun setelah Tumenggung Mertowijoyo II di angkat, tahun 1703 Sunan Amangkurat II meninggal dunia, dan di ganti puterannya, Sunan Mas, yang bergelar Sunan Amangkurat III. Pada masa keemasan, Murah sandang dan murah pangan
10. Tumenggung Mertowijoyo III (1725 - 1739)
Putera Tumenggung Mertowijoyo I (Bupati ke - 8), dimakamkan di pesarean Doropayung - patebon - kendal, bersebelahan dengan makam pusaka kendil wesi. Bisa jadi pusaka itu diserahkan oleh Tumenggung Mertowijoyo II kepada puteranya, Tumenggung Mertowijoyo III, sebagai adat kelangsungan pemerintah, sebagaimana dulu Kyai Plered diwariskan kepada Sultan Agung.
11. Tumenggung Singowijoyo II (1739 - 1754)
Putera kedua dari Tumenggung Singowijoyo I (bupati ke-9), dimakamkan di Loji Wurung Semarang. Jabatan bupati kosong, diwakili oleh Patih Mertomenggolo asal Jepara sampai tahun 1755.
12. Tumenggung Soemonegoro I (1755 - 1780)
Putera dari Adipati Soerohadimenggolo, Adipati Semarang, 1755 - 1780. Ketika itu di Mataram terjadi Perjanjian Gianti. Mataram dibagi menjadi dua; Yogyakarta dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Sedangkan Surakarta dikuasai oleh keturunan Paku Buwono II, yang kemudian digantikan oleh puteranya Paku Buwono III.
13. Tumenggung Soemonegoro II (1780 - 1785)
Putera Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12). Didampingi seorang patih bernama Ronggodipowongso, yang menjabat patih hingga 1880.
14. Tumenggung Soerohadinegoro II (1780 - 1785)
Putera kedua Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12)
15. Raden Tumenggung Prawirodiningrat I
Semula bupati Demak (1896 - 1811). Setelah Adipati Prawirodiningrat wafat, selama dua tahun pemerintahan Kabupaten Kendal dilaksanakan oleh Patih Wiromenggolo hingga 1813. Pada tahun 1811, pemerintah Inggris membangun jalan raya Dandels yang melalui Kaliwungu - Kendal. Atas usul Patih Wiromenggolo, ibukota Kabupaten Kaliwungu akan dipindahkan ke Kota Kendal dengan alasan:
Letak Kaliwungu kurang strategis karena sering dilanda banjir, sedangkan sebelah selatan terdiri tanah yang berbukit-bukit. Kota Kendal tanahnya datar dan cukup luas, letaknya juga dekat pantai yang baik. Pada tahun 1812 pemerintah Inggris menyetujui pemindahan ibukota tersebut. Untuk pertama kali rumah kabupaten/pendopo dibangun menghadap ke Jalan Dandels, yang kemudian disebut Jalan Pungkuran dan sekarang dinamakan Jalan Pemuda. Pada tahun 1813, pemerintah Inggris menobatkan putera alamarhum Tumenggung Prawirodiningrat I sebagai Bupati Kaliwungu terakhir dan Bupati Kendal yang pertama (hapusnya istilah/sebutan Kabupaten Kaliwungu) dengan gelar Pangeran Ario Prawiradiningrat II.
16. Raden Tumenggung Prawirodiningrat II (1813 - 1830)
Putera dari R.T. Prawirodiningrat I (Bupati ke-15). Dan mulai tahun 1829, bergelar Pangeran Haryo (PH), wafat tahun 1830, dimakamkan di Protowetan. Gelar Pangeran Haryo diperoleh karena adipati Kaliwungu ini membantu Belanda ketika perang Diponegoro. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Patih Kaliwungu hingga tahun 1832. Dan Patih Kaliwungu ini juga disebut Tumenggung Kasepuhan, rumah terakhir kepatihan Kaliwungu, wafat tahun 1434, dimakamkan di Protowetan, Kaliwungu. Bersamaan dengan pemerintahan Prawirodiningat II, Pulau Jawa dikuasai oleh Inggris, dan Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal.
17. Raden Tumenggung Purdadiningrat atau Prododingrat (1832 - 1850)
Menantu R.T Prawirodiningrat II, 1832 - 1850. Mungkin karena dipandang sangat memebahayakan Belanda, maka Bupati Kendal ini diasingkan ke Manado. Sehingga oleh masyarakat disebut Adipati Kendhang.
18. KRT. Soerohadiningrat atau soerohadi diningrat atau Sosrodiningrat (1850 - 1857)
Berasal dari Gresik, kemudian tahun 1857 dipindah ke Purbolinggo.
19. Pangeran Ario Notoproto atau Notohamiprojo (1857 - 1890)
Wafatnya dimakamkan di Protowetan.
20. Raden Mas Adipati Notonegoro (1891-1914)
Putera Pangeran Adipati (bupati ke-19), diangkat tahun 1891, wafat tahun 1914, dimakamkan di Protowetan.
21. Raden Mas Adipati Aryo Notohamijoyo (1914 - 1938)
Putera dari RMA. Notonegoro (bupati ke-20). Nama aslinya Raden Muhammad. Wafat Desember 1949. Karena ada halangan, diwakili oleh patih Kendal, Raden Notomoedigdo.
Pada waktu pemerintahan Adipati Aryo Nothamiprojo, Pemerintah Belanda mulai memberi wewenang kepada bupati untuk bertindak sebagai College van commomiteerden seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan kemudian ada lagi satu lembaga yang mengurusi keuangan desa dan pasar-pasar. Lembaga ini berjalan mulai tahun 1939.
22. Raden Mas Purbonegoro atau Poerboatmojo Adisoerjo (1939 - 1942)
23. Patih Kendal, Raden Koesumohoedojo (1942 - 1945)
24. Soekarmo, anggota Syusangiin,
25. Raden Poeslam,
26. Raden Prajitno Partididjojo,
27. Raden soedjono,Bupati Blora (1957 - 1960)
28. Raden Abdurrachman,
29. Raden Gondopranoto,
30. Raden Salatoen, (1960 -1965)
31. Mayor R. Sunardi, Dandim Kendal, (1965 -1967)
32. Letkol RM Soeryosuseno, (1967 -1972)
33. Drs. H. Abdussaleh ranawijaya, (1972 - 1979)
34. Drs. H. Herman Soemarmo, (1979 - 1984)
35. H Soedono Jusuf, BA (1984 - 1989)
36. H Soemojo Hadiwinoto, SH (1989 - 1999)
37. Drs. H. Djoemadi (1999 - 1999)
38. H. Hendy Boedoro, SH, M.Si - Drs. H. Masduki Yusak, M.Pd (2000 - 2005)
39. Drs. Suwarto Nasucha, M.Si Pj Bupati Kendal (13 Juni 2005 - 22 Agustus 2005)
40. H. Hendy Boedoro, SH, M.Si - Dra. Hj. Siti Nurmarkesi ( 2005 - 2010) masa jabatan tahun 2005 - 22 Desember 2008.
41. Dra. Hj. Siti Nurmarkesi ( 7 Juni 2007 - 22 Juli 2009) Wakil Bupati melaksanakan tugas sebagai Bupati.
42. Dra. Hj. Siti Nurmarkasi (22 Juli 2009 - 23 Agustus 2010)
43. dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM - H. M. Mustamsikin, S.Ag. M.Si (2010 - 2015)
44. Drs. Kunto Nugroho, HP. M.Si Pj Bupati Kendal (1 September 2015 - 17 Februari 2016)
45. dr. Mirna Annisa, M.Si - Masrur Masykur ( 17 Februari 2016 - 17 Februari 2021)
42. Dra. Hj. Siti Nurmarkasi (22 Juli 2009 - 23 Agustus 2010)
43. dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM - H. M. Mustamsikin, S.Ag. M.Si (2010 - 2015)
44. Drs. Kunto Nugroho, HP. M.Si Pj Bupati Kendal (1 September 2015 - 17 Februari 2016)
45. dr. Mirna Annisa, M.Si - Masrur Masykur ( 17 Februari 2016 - 17 Februari 2021)
46. Moh Toha, S.T, M.Si, Pelaksana Harian Bupati Kendal (PLH) - (17 Februari 2021 – 26 Februari 2021)
47. Dico M Ganinduto – H. Windu Suko Basuki (26 Februari 2021 – Sekarang) Bupati Kendal dan Kaliwungu
Dalam catatan yang ada di arsip Kabupaten Kendal, nama-nama bupati Kendal tidak tercatat adanya nama Raden Ronggo Hadimenggolo sampai dengan Hadinegoro III. Dengan demikian, maka sebelum pemerintahan dipindahkan ke Kota Kendal, maka Kaliwungu merupakan induk atau pusat pemerintahan. Sehingga tujuh orang keturunan Panembahan Djoeminah itu adalah Bupati Kaliwungu. Di bawah ini ada catatan tentang nama-nama bupati Kendal mulai Tumenggung Bahurekso sampai Bupati H. Hendi Boedoro, SH.,M.Si, yang merupakan bupati ke-37.
1. Tumenggung Bahurekso
Sejak kapan Tumenggung Bahurekso diangkat sebagai Adipati Kendal, memang belum ditemukan data yang resmi. Tetapi H.J De Graaf, sejarawan Belanda yang sudah berhasil menulis beberapa soal Javalogi mengatakan bahwa tahuan 1615, ketika pertama kali utusan dagang VOC berkeinginan menghadap Sultan Agung, Raja Mataram, diwajibkan terlebih dahulu menghadap Tumenggung Bahurekso, Adipati Kendal. Akan tetapi ada catatan yang menerangkan bahwa Tumenggung Bahurekso diangkat menjadi Bupati Kendal pada hari Jumat Kliwon, tanggal 12 Robiul Awal tahun 1023 H, bertepatan dengan dengan tanggal 8 September 1614, dengan gelar Raden Tumenggung Bahurekso.
Akhir pemerintahannya sampai dengan 26 Agustus 1628, gugur melawan tentara Belanda di Batavia, 21 Oktober 1628.
2. Raden Ngabehi Wiroseco (1629 - 1641)
Penggati Raden Tumenggung Bahurekso adalah Raden Ngabehi Wiroseco, sahabat dekat dengan Pangeran Benowo (putra Sultan Hadwijoyo). Tokoh ini hanya menjabat sebentar karena meninggal dunia dan tidak meninggalkan putra. Setelah itu RadenMgabehi Wiroseco digantikan oleh tokoh yang mempunyai nama sama, yaitu Wiroseco, yang semula penguasa jepara. Tapi Raden Wiroseco yang satu ini memng tidak lama berkuasa di kendal, karena atas usul VOC ia ditarik lagi ke jepara. maka dari tahun (1629 - 1641), jabatan bupati kendal dijabat oleh dua orang, dengan nama yang sama, yaitu Raden Ngabehi Wiroseco(catatan Amen budiman, Menyingkap Sejarah Kendal seri V).
3. Raden Ngabehi Mertoyudo (1641 - 1649)
Bangsawan asal Mataram. Dan pada awal pemerintahanya, Kerajaan Mataram telah terjadi alih kekuasaan dari Sultan Agung (1645) kepada puteranya, Sultan Amanfkurat I.
4. Raden Ngabehi Wongsodiprojo (1649 - 1650)
Bangsawan asal Mataram. Menjabat baru beberapa bulan sudah wafat.
5. Raden Ngabehi Wongsowiroprojo (1650 - 1661)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -4)
6. Raden Ngabehi Wongsowirosroyo (1661 - 1663)
Putera dari Raden Ngabehi Wongsodiprojo (Bupati ke -5)
7. Tumenggung Singowijoyo I atau Singowonggo (1663 - 1668)
Putera dari Raden Ngabehi Wosongwirosroyo (Bupati ke -6). Pada tahun 1677 di utus Sunan Amangkurat I untuk memulihkan keadaan di jakarta sehubungan dengan aksi orang- orang cina yang melawan belanda. dan tahun 1677 ini pula terjadi alih kepemimpinan mataram dari Sunan Amangkurat I ke Adipati Amon atau sunan amangkurat II, dan Tumenggung Singowijoyo I wafat 1688,tanpa sakit.
8. Tumenggung Mertowijoyo I (1688 - 1700)
Putera Raden Tumenggung Ngabehi Singowijoyo I (Bupati ke -7) wafat 1694, dan selanjutnya diwakili oleh pamannya yang (juga) bernama Singowijoyo, hingga 1700. Nama Tumenggung Mertowijoyo juga ditemukan dalam buku Babad Mentawis dan Serat Babad negari semarang. Seperti dituturkan oleh Amen Budiman Bahwa Tumenggung Mertowijo tewas dalm peristiwa geger pakunegaran di wilayah kedu, kelihatannya mendapat dukungan dari babad Mentawis. Sebab buku itu menerangkang bahwa Tumenggung Mertowijoyo ambil bagian secara aktif dalam peristiwa tersebut. Sedangkang dalam serat babad negeri semarang diterangkan bahwa nama Tumenggung Mertowijoyo erat hubungannya dengan Ki Ageng Pandan Aran Atau Ki mode pandan. diterangkang lagi bahwa garis nasab Mertowijoyo dimulai dari pangeran Kanoman, adik Sunan Tembayat. bila catatan itu sesuai dengan yang dimaksud, maka Tumenggung Mertowijoyo ada garis Lurus dengan Sultan Akbar AL- Fatah dari Kerajaan Demak.
9. Tumenggung Mertowijoyo II (1700 - 1725)
Adik dari Raden Tumenggung Singowijoyo I (Bupati KE-7), atau Paman dari Tumenggung Mertowijoyo I. Tumenggung Mertowijoyo II ini juga di sebut Kyai Kendil Wesi, karena punya pusaka berwujud kendil yang terbuat dari besi. wafat tahun 1725 dan dimakamkan dipemakaman pakucen, kebondalem, kecamatan kota kendal, sedangkang pusakanya dimakamkan dipesarean Doropayung, sukolilan, patebon , kendal. Dua tahun setelah Tumenggung Mertowijoyo II di angkat, tahun 1703 Sunan Amangkurat II meninggal dunia, dan di ganti puterannya, Sunan Mas, yang bergelar Sunan Amangkurat III. Pada masa keemasan, Murah sandang dan murah pangan
10. Tumenggung Mertowijoyo III (1725 - 1739)
Putera Tumenggung Mertowijoyo I (Bupati ke - 8), dimakamkan di pesarean Doropayung - patebon - kendal, bersebelahan dengan makam pusaka kendil wesi. Bisa jadi pusaka itu diserahkan oleh Tumenggung Mertowijoyo II kepada puteranya, Tumenggung Mertowijoyo III, sebagai adat kelangsungan pemerintah, sebagaimana dulu Kyai Plered diwariskan kepada Sultan Agung.
11. Tumenggung Singowijoyo II (1739 - 1754)
Putera kedua dari Tumenggung Singowijoyo I (bupati ke-9), dimakamkan di Loji Wurung Semarang. Jabatan bupati kosong, diwakili oleh Patih Mertomenggolo asal Jepara sampai tahun 1755.
12. Tumenggung Soemonegoro I (1755 - 1780)
Putera dari Adipati Soerohadimenggolo, Adipati Semarang, 1755 - 1780. Ketika itu di Mataram terjadi Perjanjian Gianti. Mataram dibagi menjadi dua; Yogyakarta dikuasai oleh Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sultan Hamengku Buwono I. Sedangkan Surakarta dikuasai oleh keturunan Paku Buwono II, yang kemudian digantikan oleh puteranya Paku Buwono III.
13. Tumenggung Soemonegoro II (1780 - 1785)
Putera Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12). Didampingi seorang patih bernama Ronggodipowongso, yang menjabat patih hingga 1880.
14. Tumenggung Soerohadinegoro II (1780 - 1785)
Putera kedua Adipati Soemonegoro I (bupati ke-12)
15. Raden Tumenggung Prawirodiningrat I
Semula bupati Demak (1896 - 1811). Setelah Adipati Prawirodiningrat wafat, selama dua tahun pemerintahan Kabupaten Kendal dilaksanakan oleh Patih Wiromenggolo hingga 1813. Pada tahun 1811, pemerintah Inggris membangun jalan raya Dandels yang melalui Kaliwungu - Kendal. Atas usul Patih Wiromenggolo, ibukota Kabupaten Kaliwungu akan dipindahkan ke Kota Kendal dengan alasan:
Letak Kaliwungu kurang strategis karena sering dilanda banjir, sedangkan sebelah selatan terdiri tanah yang berbukit-bukit. Kota Kendal tanahnya datar dan cukup luas, letaknya juga dekat pantai yang baik. Pada tahun 1812 pemerintah Inggris menyetujui pemindahan ibukota tersebut. Untuk pertama kali rumah kabupaten/pendopo dibangun menghadap ke Jalan Dandels, yang kemudian disebut Jalan Pungkuran dan sekarang dinamakan Jalan Pemuda. Pada tahun 1813, pemerintah Inggris menobatkan putera alamarhum Tumenggung Prawirodiningrat I sebagai Bupati Kaliwungu terakhir dan Bupati Kendal yang pertama (hapusnya istilah/sebutan Kabupaten Kaliwungu) dengan gelar Pangeran Ario Prawiradiningrat II.
16. Raden Tumenggung Prawirodiningrat II (1813 - 1830)
Putera dari R.T. Prawirodiningrat I (Bupati ke-15). Dan mulai tahun 1829, bergelar Pangeran Haryo (PH), wafat tahun 1830, dimakamkan di Protowetan. Gelar Pangeran Haryo diperoleh karena adipati Kaliwungu ini membantu Belanda ketika perang Diponegoro. Selanjutnya pemerintahan dijalankan oleh Patih Kaliwungu hingga tahun 1832. Dan Patih Kaliwungu ini juga disebut Tumenggung Kasepuhan, rumah terakhir kepatihan Kaliwungu, wafat tahun 1434, dimakamkan di Protowetan, Kaliwungu. Bersamaan dengan pemerintahan Prawirodiningat II, Pulau Jawa dikuasai oleh Inggris, dan Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal.
17. Raden Tumenggung Purdadiningrat atau Prododingrat (1832 - 1850)
Menantu R.T Prawirodiningrat II, 1832 - 1850. Mungkin karena dipandang sangat memebahayakan Belanda, maka Bupati Kendal ini diasingkan ke Manado. Sehingga oleh masyarakat disebut Adipati Kendhang.
18. KRT. Soerohadiningrat atau soerohadi diningrat atau Sosrodiningrat (1850 - 1857)
Berasal dari Gresik, kemudian tahun 1857 dipindah ke Purbolinggo.
19. Pangeran Ario Notoproto atau Notohamiprojo (1857 - 1890)
Wafatnya dimakamkan di Protowetan.
20. Raden Mas Adipati Notonegoro (1891-1914)
Putera Pangeran Adipati (bupati ke-19), diangkat tahun 1891, wafat tahun 1914, dimakamkan di Protowetan.
21. Raden Mas Adipati Aryo Notohamijoyo (1914 - 1938)
Putera dari RMA. Notonegoro (bupati ke-20). Nama aslinya Raden Muhammad. Wafat Desember 1949. Karena ada halangan, diwakili oleh patih Kendal, Raden Notomoedigdo.
Pada waktu pemerintahan Adipati Aryo Nothamiprojo, Pemerintah Belanda mulai memberi wewenang kepada bupati untuk bertindak sebagai College van commomiteerden seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan kemudian ada lagi satu lembaga yang mengurusi keuangan desa dan pasar-pasar. Lembaga ini berjalan mulai tahun 1939.
22. Raden Mas Purbonegoro atau Poerboatmojo Adisoerjo (1939 - 1942)
23. Patih Kendal, Raden Koesumohoedojo (1942 - 1945)
24. Soekarmo, anggota Syusangiin,
25. Raden Poeslam,
26. Raden Prajitno Partididjojo,
27. Raden soedjono,Bupati Blora (1957 - 1960)
28. Raden Abdurrachman,
29. Raden Gondopranoto,
30. Raden Salatoen, (1960 -1965)
31. Mayor R. Sunardi, Dandim Kendal, (1965 -1967)
32. Letkol RM Soeryosuseno, (1967 -1972)
33. Drs. H. Abdussaleh ranawijaya, (1972 - 1979)
34. Drs. H. Herman Soemarmo, (1979 - 1984)
35. H Soedono Jusuf, BA (1984 - 1989)
36. H Soemojo Hadiwinoto, SH (1989 - 1999)
37. Drs. H. Djoemadi (1999 - 1999)
38. H. Hendy Boedoro, SH, M.Si - Drs. H. Masduki Yusak, M.Pd (2000 - 2005)
39. Drs. Suwarto Nasucha, M.Si Pj Bupati Kendal (13 Juni 2005 - 22 Agustus 2005)
40. H. Hendy Boedoro, SH, M.Si - Dra. Hj. Siti Nurmarkesi ( 2005 - 2010) masa jabatan tahun 2005 - 22 Desember 2008.
41. Dra. Hj. Siti Nurmarkesi ( 7 Juni 2007 - 22 Juli 2009) Wakil Bupati melaksanakan tugas sebagai Bupati.
42. Dra. Hj. Siti Nurmarkasi (22 Juli 2009 - 23 Agustus 2010)
43. dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM - H. M. Mustamsikin, S.Ag. M.Si (2010 - 2015)
44. Drs. Kunto Nugroho, HP. M.Si Pj Bupati Kendal (1 September 2015 - 17 Februari 2016)
45. dr. Mirna Annisa, M.Si - Masrur Masykur ( 17 Februari 2016 - 17 Februari 2021)
42. Dra. Hj. Siti Nurmarkasi (22 Juli 2009 - 23 Agustus 2010)
43. dr. Hj. Widya Kandi Susanti, MM - H. M. Mustamsikin, S.Ag. M.Si (2010 - 2015)
44. Drs. Kunto Nugroho, HP. M.Si Pj Bupati Kendal (1 September 2015 - 17 Februari 2016)
45. dr. Mirna Annisa, M.Si - Masrur Masykur ( 17 Februari 2016 - 17 Februari 2021)
46. Moh Toha, S.T, M.Si, Pelaksana Harian Bupati Kendal (PLH) - (17 Februari 2021 – 26 Februari 2021)
47. Dico M Ganinduto – H. Windu Suko Basuki (26 Februari 2021 – Sekarang)
SEJARAH KABUPATEN KENDAL DI KALIWUNGU
KABUPATEN KENDAL DI KALIWUNGU
Kaliwungu, disebut juga Lepen Wungu (sejarah Bagelen), Lepen Tangi (Babad Sultan Agung), Caliwongo (Francois Valentiju), daerah yang dipilih oleh Bahurekso sebagai pusat pemerintahan sebuah Kadipaten. Pada saat itu Kaliwungu adalah daerah yang telah dibangun oleh Sunan Katong yang kemudian dikembangkan oleh ulama Mataram Panembahan Djoeminah. Upaya pengembangan diteruskan oleh ulama yang punya garis keturunan dengan Sunan Giri, yaitu Kyai haji Asy'ari atau Kyai Guru, yang datang ke Kaliwungu pada beberapa tahun kemudian. Kaliwungu memang daerah berpotensi, selain itu dari faktor geografis memenuhi syarat sebagai daerah pertahanan.
Bandar (pelabuhan) Jepara mengalami perkembangan yang pesat bila dibanding dengan Bandar Bintara, Demak. Selain itu, Bandar Asam Arang, yang strategis menjadikan Kadipaten Kendal di Kaliwungu semakin berkembang.
Faktor strategis lainnya adalah; Pertama, merupakan jalan lurus menuju Mataram yang berdampingan dengan kadipaten Semarang. Kedua, memiliki pantai landai yang memungkinkan pengembangan pelabuhan armada.Ketiga, semenmanjung dengan Jepara sehingga mudah mengamati perkembangannya. Keempat, dekat dengan pesisir sebelah barat: Batang, Pekalongan, Tegal hingga Cirebon. Kelima, kondisi masyarakat pondok pesantren yang tenang sangat memungkinkan adanya koordinasi dengan para ulama, dan tidak tertutup kemungkinan Adipati merangkap jabatan lain.
Ancaman yang menjadi pertimbangan Sultan Mataram adalah VOC yang terus mengembangkan sayapnya memonopoli dagang. Banten dan Batavia telah berhasil dikuasai. Oleh karenanya pembangunan armada laut yang kuat sangat dibutuhkan, dan dalam hal ini Sultan Agung mempercayakan pada Adipati Kendal, Tumenggung Bahurekso. Pembangunan armada laut pun dimulai, dengan beberapa tempat yang dijadikan pusat pelatihan armada (prajurit).
Magangan, sebuah desa yang masuk masuk Kecamatan Pegandon (sekarang Kecamatan Ampel), dijadikan penampungan dan pendaftaran calon prajurit. Magangan berasal dari kata atau Magangatau pencalonan. Sedangkan tempat latihannya dipusatkan di desa Plantaran, sekarang masuk Kecamatan Kaliwungu. Plantaran berasal dari kata tataran atau yang berarti dadaran, pendadaranpusat latihan calon prajurit. Para pimpinan prajurit (armada) ditempaatkan di daerah dekat pelabuhan, namanya Sabetan yang artinya jago atau jawara. Pelabuhan armadanya di daerah Ngeboom yang artinya pelabuhan atau pangkalan laut. Keduanya sekarang menjadi desa Mororejo, Kecamatan Kaliwungu. Sedangkan transportasi yang menghubungkan pusat pemerintahan dengan markas besar armada angkatan laut melalui Kali Aji atau Kali Bendo.
Awalnya, Bahurekso hanya diberi kekuasaan darat seluas wilayah Kadipaten Kendal. Namun perkembangannya diangkat sebagai Panglima Angkatan Laut dan Gubernur Pesisir Jawa Utara. Memperhatikan tugas-tugas kedua dan ketiga itu, memberi gambaran bahwa Mataram menempatkan posisi Adipati/Bupati Kendal sangat strategis yang berskala nasional pada jamannya.
Setiap diplomat yang akan menghadap raja, terlebih dahulu berkewajiban untuk melapor dan meminta ijin pada Bahurekso. Pada bulan Juni 1615, ketika Andries Soury berkeinginan menghadap raja, maka ia harus terlebih dahulu menemui Adipati Kendal yang jug aGubernur Jawa Utara. Satu bukti lagi yang erat hubungannya dengan kepercayaan Sultan Agungyang diebrikan kepada Tumenggung Bahurekso, ketika utusan dagang kedua VOC, yaituvan Endhovenn(Juni 1618) ingin menghadap Sultan Mataram dengan tujuan ingin memperkuat dan memperluas lojinya. Jawaban Sultan diberikan kepada utusan VOC itu melalui Tumenggung Bahurekso.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan VOC, kebijaksanaan awal berada di tangan Bahurekso. Perilaku kasar yang ditunjukkan ole Van Endhoven dan Cornelis Maseuck terhadap para pedagang Jepara, pada akhirnya menjadi perhaatian Sultan. Mereka memaksa agar para pedagang Jepara menjual dagangannya pada VOC, dan bila tidak dituruti, para pedagang VOC melakukan penjarahan dan penganiayaan. Perilauk ini harus dipertanggungjawabkan. Karena tidak ada tanggapan dari pihak VOC, maka 18 Agustus 1618, Kantor Dagang VOC yang ada di Jepara diserbu habis. Ada yang meninggal dan ada yang ditawan oleh pasukan Bahurekso.
Inilah awal situasi dan kondisi yang memanas. JP. Coen, Gubernur Jenderal Dagang VOC di Jakarta merasa tersinggung. Dengan pura-pura berbuat baik pada pedagang Jepara dan pemerintah Mataram, JP. Coen menemui penguas dagang Mataram di Jepara yang berpangkat Hulubalang itu, JP. Coen ingin membeli beras dan keperluan lainnya dari masyarakat. Setelah itu seratus enam puluh prajurit VOC menyerang rumah-rumah rakyat, dan menewaskan tiga puluh orang. Jung-jung yang ada di pelabuhan Jepara semua dibakar habis.
Peringatan dari VOC itu mendorong Bahurekso memperkuat pertahanan Jepara. Prediksi akan adanya serangan ulang dari pihak VOC, ternyata benar. Sebanyak 400 prajurit Belanda (1619) menyerang Jepara. Namun dapat dipukul mundur oleh pasukan Bahurekso, dan mereka harus kembali ke laut. Persaingan dagang di pantai utara antara Mataram dengan Belanda sudah mulai memanas dan saling menjepit.
Kerajaan Sukadana, Kalimantan Selatan berhasil lebih dahulu dikuasai oleh Mataram.. Belanda berusaha melakukan ekspansi dagang lewat laut dengan daerah yang dituju Gresik dan Madura. Malang bagi Kompeni, karena tahun 1624 Kamar Dagang VOC yang ada di Gresik hancur oleh pasukan Mataram. Persaingan semakin panas, dan Sultan Agung sendiri merasa bahwa cepat atau lambat Kompeni akan menguasai Pulau Jawa.
Kyai Ngabehi Bahurekso
Nama Ki Ageng Ngerang yang menjadi julukannya bisa dipahami bila Ki Ageng Cempaluk masih ada hubungannya dengan Ki Ageng Bondan Kejawan atau Lembu Peteng, putera Prabu Brawijaya dari Majapahit, dari keturunan ibu.
Sebagaimana disebut dalam cerita tutur ataupun sejarh rakyat, seorang tokoh biasanya dipanggil dengan memakai panggilan nama leluhurnya bila yang bersangkutan memiliki sifat-sifat yang sama, yang disebut "nama nunggak semi". Nama Ki Ageng Ngerang tokoh tua seangkatan Ki Getas Pendowo, ayah Ki Ageng Selo yang menurunkan Ki Ageng Ngenis atau Henis dan berputera Ki Ageng Pemanahan, ayahanda Sultan Mataram pertama, Senopati Sutowijoyo. Seperti disebut dalam buku Babad Tanah Jawi, diterangkan sebagai berikut:
"Prabu Brawijaya mempunyai istri (selir) bernma puteri wandan, berputera laki-laki bernama Raden Bondan Kejawan alias Bondan Surati alias Lembu Peteng yang kawin dengan Puteri Nawangsih puteri Ki Ageng Tarub, berputera dua orang, Ki Getas Pendowo yang berputera Ki Ageng Selo. Anak Ki Bondan Kejawan yang satunya, seorang puteri yang dikawinkan dengan Ki Ageng Ngerang. Jadi hubungan antara Ki Ageng Getas Pendowo dengan Ki Ageng Ngerang adalah saudara ipar.
Selanjutnya dengan disebutnya nama Ki Ageng Ngerang, mengingatkan pada tiga tokoh besar bersaudara seperguruan, yaitu Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Tingkir dan ki Ageng Ngerang. Oleh cerita tutur, tokoh Ki Ageng Ngerang ini tidak tertutup kemungkinan merupakan leluhur Ki Ageng Cempaluk, ayah Joko bahu, yang kemudian hari bernama Tumengung Bahurekso. Sedangkan dalam buku Babad Tanah Jawi diterangkan bahwa: Ki Ageng Selo mempunyai anak enam putri dan satu orang putra, namanya Ki Ageng Ngenis, berputera Ki Ageng Pemanahan, berputera Raden Pangeran Bagus, yang tidak lain Sutowijoyo, Panembahan Senopati.
Bila Catatan Hermannus Johannes de Graaf yang mereferensi dari buku Babad Tanah Jawi itu benar, maka Jaka Bahu atau Tumenggung Bahurekso adalah masih ad hubungan keluargamenyamping trah Mataram. Dengan kata lain Bahurekso memang bangsawan Mataram, hanya saja ia berasal dari pihak ibu.
Sedangkan menurut Amien Budiman, Jaka Bahu sebutan lainnya adalah Ki Bahu, adalah sahabat dekat atau orang yang dipercaya oleh Pangeran Benowo. Jaka Bahu lah yang mendampingi Pangeran Benowo mulai dari Pajang, kemudian pindah kek Jipang dan selanjutnya mengembara hingga ke Kendal dan Parakan. Oleh Sunan atau Pangeran Benowo, Ki Bahi diserahkan pada Panembahan Senopati di Mataram sebagai ganti atau wakil dan atas nama Pangeran Benowo. Bila Panembahan Senopati ada keperluan dengannya, maka Ki Bahu lah yang menjadi wakilnya, karena memang nenek moyang Ki Bahu masih ada hubungannya dengan nenek moyang Mataram. Dengan demikian kedekatan Ki Bahu dengan Pangeran Benowo itu lebih berdasar pada kesinambungan hubungan erat nenek moyangnya, yaitu antara Ki Ageng Ngerang dengan Ki Ageng Pengging.
Baik Ki Ageng Cempaluk ataupun Jaka Bahu memiliki hubungan sangat dekat dengan Panembahan Senopati Ing Alogo Sayidin Panotogomo Sultan Mataram Sutowijoyo maupun Mahapatih Mataram, Ki Mondoroko, nama kebesaran Ki Juru Martani. Karena drama baktinya kepada kerajaan yang besar dan usianya yang cukup tua, Ki Ageng cempaluk diberikan tanah perdekan (otonomi) di wilayah Kesesi, sekarang masuk Kabupaten Pekalongan. Hidup bersama dua anaknya, Joko Bahu dan seorang lagi sebagai anak angkatnya Anjarwati, dirasakan sebagai anugrah dari Tuhan yang Mahakuasa. Di padepokan itulah ia menghabiskan masa tuanya dengan penuh syukur pada Tuhan. Namun sebagai orang yang telah diberi penghargaan, Ki Ageng cempaluk tetap mencurahkan pikirannya dan sisa-sisa tenaganya untuk Mataram.
Sebagai seorang prajurit yang hidup di dua masa, yaitu masa kerajaan Pajang dan Mataram, dan dikenal sebagai prajurit yang mumpuni dalam bidang kanuragan dan ketataprajaan. Sehingga ia memiliki pewaris yang bisa melanjutkan pengabdiannya pada kerajaan.
Dituturkan, bahwa penguasa Kadipaten Kleyangangan (Sekarang Kecamatan Subah, Batang), Adipati - Pengalasan/Pemajegan - Tumenggung Dipokusumo, berencana meluaskan wilayah kadipatennya ke arah timur, dengan membuka alas roban, untuk areal pertanian dan pemukiman. Adipati Dipokusumo, sadar bahwa membuka alas (hutan) bukan pekerjaan yang mudah dan disadari termasuk pekerjaan yang keras. Sebuah tugas yang sangat keras dan penuh resiko, maka ia meminta bantuan Ki Ageng Cempaluk yang terkenal sakti. Karena usia yang mendekati udzur, maka tugas itu diserahkan pada puteranyan, Jaka Bahu.
Dengan tetap didampingi oleh Adipati Tumenggung Dipokusumo, tugas membuat persawahan dan pemukiman dengan membuka alas (Babat Wono Roban) dilaksanakan dengan baik oleh Jaka Bahu. Atas keberhasilannya itu, pada akhirnya jaka Bahu menjadi kepercayaa Adipati Dipokusumo, yang tentu saja keberhasilan itu dilaporkan pada Sultan Agung Hanyokrokusumo. (dalam buku Bahurekso Tapa, ada nama Jaka Sentanu - yang kemungkinannya satu nama dengan Ki Dipokusumo). Berhasil membuka hutan Roban, Sultan Agung menginginkan ada penambahan areal persawahan dan pemukiman, dengan cara membuka hutan hutan (alas) Gambiran, sebuah hutan di sebelah barat Kleyangan, yang lebih gawat daripada Roban. Dengan menelusuri sungai Sambong yang lebar dan memanjang dari selatan ke utara, dan selanjutnya menjadi prioritas dan sasaran pertama yang harus dikerjakan.
Dimulai dengan membuat bendungan di sungai itu. Kawasan hutan yang telah dikuasai oleh pendekar keals tinggi, Drubikso, merasa kehidupannya diganggu. Tokoh sakti itu melakukan perlawanan pada Jaka Bahu. Oleh yang punya cerita disebutkan bahwa antara kedua tokoh itu sama-sama memiliki daya tempur yang luar biasa. Drubikso yang punya aji guntur geni berhasil dikalahkan. Drubikso dan Jaka Bahu saling memukul dengan galah atau watang (embat-embatan watang, Jawa). Tempat pertarungan kedua tokoh itu pada akhirnya disebut (berasal dari kata Batangembat-embatan watang).
Hutan gambiran merupakan keberhasilan Jaka Bahu kali kedua, sekarang ini tepatnya di daerah Sambong, Batang. Sedangkan pembahasan taktik dan strategi untuk mengalahkan Drubikso, sekarang bernama Dracik yang berasal dari kata diracik. Dan keberhasilannya membuka hutan Gambiran ini merupakan kado persembahan terhadap tahun pertama pemerintahan Sultan Agung (1613). Pada akhirnya Sultan Agung mengutus putera Mataram, Ki Mandurorejo, untuk menata kembali daerah Kleyangan sepeninggal Ki Dipokusumo. Dari sinilah awal perkenalan Jaka Bahu dengan Ki Mandurorejo putera Ki Manduronegoro, yang berarti cucu Ki Patih Mondoroko, yang berarti juga masih saudara dekat dengan Sultan Agung, bahkan disebutnya sebagai mertua Sultan Agung. Seperti disebut dalam sejarah Kabupaten Pekalongan/Batang, Tumenggung Mandurorejo diangkat menjadi Adipati pad tahun 1922. Bila diruntut dengan cerita-cerita di atas, maka sembilan tahun kemudian setelah hutan Gambiran bahkan di atas angka sepuluh tahun setelah alas Roban dibuka menjadi perkampungan oleh Bahurekso, Tumenggung Mandurorejo menduduki Pekalongan/batang sebagai adipati. Atas jasa-jasanya itu, pada tahun yang tidak berselang lama setelah Sultan Agung dinobatkan sebagai sultan, Jaka Bahu diberi penghargaan atas jasa kerja kerasnya, menjadi Adipati (penguasa)Kendal, dengan pangkat Tumenggung (1614). Tahun penobatan ini memang menjadi perdebatan bahkan belum diyakini. Namun, catatan De Graaf, sejarawan Belanda yang khusus menulis javanologi menyebut bahwa pada tahun 1915, Kendal sudah ada seorang gubernur bernama Bahurekso.
Dengan diangkatnya Tumenggung Bahurekso sebagai penguasa Kadipaten Kendal, maka secara hirarkhi, Kadipaten Kendal di bawah langsung kerajaan Mataram. Sebuah karya yang dihias di daerah sendiri (Kabupaten Batang sekarang ini) sedangkan sebagai penghargaannya menjadi penguasa daerah lain. Sedangkan daerah yang dibangunnya (sebelum menjadi adipati) pada akhirnya bernama Kadipaten Pekalongan (termasuk Batang), oleh Sultan Mataram diberikan kepada Mandurorejo. Inin artinya bahwa Ki Mandurorejo datang ke daerah itu, tatanan pemerintahan sudah tertata rapi, dan bangunan-bangunan sebagai cikal bakal pemerintahan telah ada. Dengan berdasarkan kepentingan pertahanan kerajaan Mataram, maka oleh Bahurekso dan atas persetujuan Sultan Mataram, menjadikan wilayah Kaliwungu sebagai alternatif yang terbaik sebagai pusat pemerintahan. Sebutan berikutnya Kadipaten kendal di Kaliwungu. Begitu seterusnya hingga 1811, pemerintahan dipindahkan ke kota Kendal seperti sekarang ini. dalam sejarah Batang sebagai ditulis oleh R. Sunaryo Basuki, ataupun catatan-catatan Amien Budiman, bahurekso memang pernah memerintah Kabupaten Pekalongan sebagai pejabat kerajaan. Selanjutnya oleh R. Sunaryo Basuki juga dituturkan, ketika itu ia menunjuk Raden Tjilik atau Raden Prawiro, seorang ulama masih keturunan ulama Sedayu, Lamongan Jawa Timur, yaitu Sunan Nur atau Sunan Sendang sebagai Ki Ageng di Batang/Ki Ageng Gede Batang. Hanya saja keberadaannya di Pekalongan/Batang sebagai pejabat kerajaan, maka nama Bahureksotidak diabadikan bahkan tercatat sebagai Bupati Pekalongan atau di Batang.
Bila diurut kapan peristiwa itu terjadi, rasanya memang tidak sulit yaiut sebelum tahun 1614. Sebab, Mandurorejo diaingkat sebagi Bupati batang pad hari Senin pon, 8 September 1614 (Jumat Kliwon(?). Hanya saja catatan di Pekalongan menyebutkan bahwa walaupun Mandurorejo menjadi bupati/penguasa di Batang tahun 1614, tetapi di Pekalongan tercatat tahun 1622/1623 Pengeran Mandurorejo dan adiknya (Tumenggung Upasanta) menjadi adipati/penguasa Pekalongan. Kedua daerah itu merupakan hasil kerja keras Bahurekso. Pekalongan berasal dari kata "kalong". Cerita tuturnya, di tempat itulah Bahurekso melakukan "topo ngalong", menggantung di pohon dan makannya hanya buah-buahan, seperti kalong, begitu masyarakat menyebut. Usaha bertapa Bahurekso ini sehubungan dengan pekerjaan membuat perkampungan dengan membuka hutan Gambiran. Tidak berlebihan jika Bahurekso pada akhirnya berhasil membangun tiga daerah pemerintahan sekaligus.
#kaliwungu #kendal #sejarah #sejarahkaliwungu #sejarahkendal #halilintarsepatusandal
BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA
BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA 51372 1. MAKAM GURU MBAH JAFAR & H MASTURI MIRA 2. MAKAM MBAH K...
-
BUKIT KUNTUL MELAYANG KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH INDONESIA 51372 1. MAKAM GURU MBAH JAFAR & H MASTURI MIRA 2. MAKAM MBAH K...
-
KENDAL HANDAL *Beautiful Land, Good Business* "KENDAL HANDAL UNGGUL MAKMUR DAN BERKEADILAN" Dengan visi menjadi pusat ...
-
PASAR WALIKU, BERZIARAH SAMBIL WISATA BELANJA.. (DESA WISATA RELIGI WALIKU KUTOHARJO KALIWUNGU KENDAL JAWA TENGAH) ...